Selasa, 19 Agustus 2014

tri hita karana






KORELASI AJARAN TRI HITA KARANA
DALAM HARMONISASI BERAGAMA
OLEH
I NYOMAN ARYA, S.Ag, M.Pd.H

I.       PENDAHULUAN
1.      Agama dan budaya adalah dua hal yang berbeda, namun dalam penerapan agama Hindu, budaya dan agama dapat dibedakan, akan tetapi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Bagaikan diri manusia, agama adalah atma/ jiwanya dan budaya adalah badannya.
2.      Agama Hindu berasal dariIndia, ajarannya terhimpun dalam kitab suci Weda sejak 2500 tahun sebelum masehi menyebar keseluruh dunia termasuk ke Indonesia sampai saat ini kita warisi
3.      Budaya berkembang dari ide, kreativitas dan dapat dinkmati berupa hasil-hasil karya manusia. Perkembangan agama Hindu didukung oleh budaya yang didalamnya terdapat adat istiadat setempat, sehingga praktik agama Hindu bisa berbeda- beda sesuai budaya setempat, namun dasar filosofinya tetap sama. Dalam tri kerangka agama Hindu bisa disebut Tattwa agama Hindu dimana –mana sama, namun susila dan upacaranya bisa berbeda-beda
4.      Tujuan beragama menurut Hindu adalah mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan lahir bathin berdasarkan dharma (Moksartham Jagadhita ya ca iti dharma atmanam). Status manusia dalam pandangan Hindu adalah makhluk tertinggi ciptaan Tuhan ( manusia memiliki Tri Premana : bayu, sabda hidep ) dan Secara sosiologis manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk social. Dalam upaya pembinaan umat Hindu untuk dapat mencapai tujuan, dikembangkanlah  konsep tri Hita Karana (tiga hal penyebab kesejahteraan). Manusia berkewajiban menjaga hubungan harmonis dengan Tuhan (Parhyangan), manusia membina hubungan harmonis dengan sesame manusia(Pawongan) serta manusia dapat menjaga hubungan harmonis dengan lingkungannya( palemahan)
I.       PEMBAHASAN
A.     Pengertian Agama dan Budaya
1.      Agama adalah wahyu. Kata agama berasal dari bahasa sanskerta  a+ gam. A artinya tidak, dang am ( dalam bahasa Inggris  go) artinya pergi. Jadi, kata agama berarti “ tidak pergi. “ tetap ditempat “ langgeng” diwariskan Secara turun temurun. Inilah arti istilah kata agama. Tetapi arti dalam jiwa kerohaniannya agama adalah dharma dan atau kebenaran abadi yang mencakup seluruh kehidupan manusia ( Tim Penyusun, 2006 :5 ). Agama adalah kepercayaan hidup pada ajaran –ajaran suci yang diwahyukan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa, yang sifatnya kekal abadi, oleh karena itu, agama Hindu semula di Veda disebut “ Sanatana Dharma “ ( kebenaran kekal abadi)
2.      Budaya pada intinya berarti Ide, dari Ide orang berkreatifitas, dan kreativitasnya menghasilkan hasil karya. Contoh ide membuat lukisan, lalu melukis, terakhir menghasilkan hasil lukisan. Dalam agama orang punya ide melaksanakan agama, lalu melaksanakan agama, lalu melaksanakan agama, pelaksanaan beragama menghasilkan banyak hasil karya/ karya budaya

B.     Konsep Tri Hita Karana dan Manusia
1.      Tri Hita Karana terdiri dari kata Tri = tiga, Hita = kesejahteraan, dan karana = penyebab. Jadi Tri Hita Karana artinya tiga penyebab kesejahteraan. Tri hita karana bungan mencakup unsur parhyangan ( tempat suci ), pawongan ( manusia), dan palemahan ( wilayah ). Adanya tiga hubungan harmonis dari ketiga unsur  itu (intinya adalah pada unsur manusia ( pawongannya) menyebabkan timbul kesejahteraan. Hubungan harmonis dimaksud dilakukan manusia yaitu :
a.       Hubungan harmonis antara manusia dengan Ida Sanghyang Widhi Wasa / Tuhan yang Maha Esa ( terkait dengan parhyangan ) amanusia ingat berasal dari Tuhan “ Brahman Ataman Aikyam
b.      Hubungan harmonis manusia dengan sesame manusia ( terkait pawongan ). Manusia menyadari kesamaan asal usul dan unsur yang menjadikan dirinya adalah satu. Manusia satu sama lainnya bersaudara ( Vasudewa Kutumbakam ), maka manusia pada hakikatnya adalah sama (satu) dengan yang lain ( Tat Twam asi).
c.       Hubungan harmonis manusia dengan alam( terkait palemahan). Manusia sadar ada persamaan unsure antara buana alit dengan bhuana agung dan semua makhluk ingin sejahtera / lepas dari penderitaan ( “ Sarwa Prani Hitangkara )
2.      Manusia itu Siapa ?
1.      manusia adalah makhluk tertinggi diantara makhluk lain ciptaan Tuhan
2.      Manusia memiliki Tri Premana ( Bayu, Sabda Idep ), binatang memiliki dwi premana ( bayu dan sabda ), tumbuh-tumbuhan memiliki Eka Premana ( Bayu)
3.      Manusia terdiri dari unsure Panca Tan Matra menjadi unsure Panca Maha Bhuta( Pertiwi, apah, teja, bayu, akasa ) dihidupkan oleh atman.
4.      Manusia terdiri dari badan kasar/ stula sarira, dan badan halus / suksma sarira( budhi, manah, ahamkara)
5.      Unsur manusia /Buana alit terdiri dari unsure panca maha bhuta dihidupkan atma dan alam semesta/ buana agung juga terdiri dari unsure panca maha bhuta dihudupkan oleh paramatma / Ida Sanghyang Widhi Wasa. Atma merupakan percikan / sinar suci paramatma
6.      Manusia mempunyai potensi besar yang bisa dikembangkan, akan tetapi instingnya lebih tipis dari binatang. Oleh karena itu, manusia harus dipelihara, dididik / didewasakan agar potensi dirinya tumbuh dan berkembang.

C.     Penerapan /aplikasi Tri Hita Karana
a.       Mewujudkan hubungan Secara sekala dengan menata tatanan sosila ekonomi, politik, budaya dengan / pengabdian yang disadari sebagai swadarma masing-masing.
1.      Menjaga , memelihara diri, dengan memperhatikan tri angga : kepala, badan / kaki tangan ( Tri Hita Karana pada diri sendiri )
2.      Menata lingkungan tempat tinggal : hulu ( parhyangan ) ada merajan, pelangkiran, , badan ( palemahan) pekarangan dengan bangunannya, dan orangnya ( pawongan/ penghuni rumah)
3.      Menata lingkungan wilayah : ada kahyangan ( parhyangan), ada warga
( pawongan dan ada lingkungan ( palemahan).
4.      Menata wilayah dengan Sub wilayah ( RT dan RW)
b.      Mewujudkan hubungan Secara niskala, dengan upacara Panca Yadnya
1.      Hubungan manusia dengan Tuhan, dengan melaksanakan Dewa Yadnya
2.      Hubungan manusia dengan sesame manusia dengan melakukan manusa yadnya, Rsi yadnya termasuk Pitra Yadnya
3.      Hubungan manusia dengan alam, dengan melaksanakan Bhuta yadnya mulai dari banten saiban sehari-hari, segehan 5 /15 hari sekali, caru enam bulan sekali tawur satu kali setahun, panca bali karma sepuluh tahun sekali, eka dasa rudra seratus tahun sekali dan merebu bhumi seribu tahun sekali.
c.       Tingkatan yadnya dapat dipilih sesuai dengan kondisi umat yaitu tingkat nista, madya dan utama. Pada setiap tingkatana dapat dibagi lagi menjadi tiga bagian yaitu nistaning nista, madyaning nista, utamaning nista. Kemudian nistaning madya, madyaning madya, dan utamaning madya. Terakhir adalah nistaning utama, madyaning utama dan utamaning utama.
d.      Dasar pelaksanaan yadnya adalah karena Rnam dan dilaksanakan dengan lascarya (tulus ikhlas)

D.    Hal-hal yang Perlu ditingkatkan
1.      Hubungan manusia dengan Tuhan
1.      Meningkatkan upaya dalam membangun, memelihara tempat suci dengan berbagai bangunannya ( sebagai jalan karma marga) dengan cara disesuaikan dengan jaman dan kondisi sosial umat.
2.      Meningkatkan pelaksanaan yadnya sebagai jalan bhakti marga, sesuai ketentuan ajaran agama, dipilih tingkatannya sesuai kemampuan
3.      Meningkatkan pelatihan-pelatihan pelaksanaan tapa, brata, yoga dan semadhi sebagai jalan Jnyana dan Raja marga
2.      Hubungan manusia dengan manusia
a.       Meningkatkan pelaksanaan swadarma masing-masing anggota keluarga.
b.      Meningkatkan tata kekrabatan di lingkungan keluarga besar.
c.       Meningkatkan tata karma ( Menyama Braya) dilingkungan wilayah.
d.      Meningkatkan pelaksanaan dharma agama dan dharma Negara Secara seimbang
e.       Meningkatkan tata pelaksanaan manusa yadnya, mulai bayi dalam kandungan sampai upacara perkawinan.
3.      Hubungan Harmonis manusia dengan alam
a.       Meningkatkan upaya dalam menjaga, memelihara, melestarikan lingkungan ( Fauna dan Flora)
b.      meningkatkan pemahaman dan pelaksanaan upacara upacara bhuta yadnya dari tingkat terkecil sampai tingkat terbesar.

E.     Pola Penerapan Tri Hita Karana
1.      Mengatur keseimbangan : Buana Alit dan bhuana Agung, keseimbangan niskala dan sekala, keseimbangan beragama kesendirian dan beragama kebersamaan, keseimbangan nilai sakral dan profan, nilai positif dan negativ, keseimbangan spiritual dan material, keseimbangan teori dan praktek agama, keseimbangan adat dan agama.
2.      Menjaga hubungan sesama manusia dengan landasan : a) asih, punia , bhakti, b) swadarma dan Paradarma, c) sesana manut linggih, d) dasar keyakinan, e ) nilai kearifan lokal, f ). Menerapkan menejem praktis dalam kehidupan beragama.

F.      Tri Hita Karana dan Harmonisasi Umat Beragama
Dinamika umat beragama belakngan ini cukup mengembirakan.Ketika ada peringatan hari-hari suci keagamaan umat beragama menyambutnya dengan penuh kegembiraan.Didalam aktivitas umat yang mengembirakan itu, banyak membawa kemajuan, banyak nilai positifnya, umat juga merasakan hasil-hasilnya Secara positif pula. Namun dibalik itu tidak bisa dipungkiri , bahwa aktivitas yang demikian memunculkan hal hal negativ, bahkan rasa tidak puas bagi segelintir orang. Mereka yang merasa kecewa, dengki atau berlawanan dalam prinsip mengambil langkah-langkah lain. Sehingga tidak jarang terjadi pertikaian intern umat beragama, konflik social bernuansa agama, tindakan criminal ( pengeboman), membentuk aliran kepercatyaan yang bertentangan dengan ajaran induknya dan sebagainya.


Pemicu munculnya berbagai masalah memang bisa berawal dari
a.       Faktor Agama :
-         Masalah pendirian rumah Ibadah
-         Kawin campur
-         Masalah Kuburan
-         Pelaksanaan Hari Raya
-         Pelecehan simbol Agama
b.      Faktor Non Agama
-         Sosial Ekonomi
-         Budaya
-         Sosial Politik
-         Dan berbagai kepentingan.

Langkah-langkah yang ditempuh dalam menjaga Harmonisasi Beragama :
1.      Penyadaran diri sebagai umat beragama bahwa paling tidak ada lima faktor yang mempengaruhi pembangunan kehidupan beragama kita yaitu : karakter, budaya, sistem sosial, kondisi sosial dan sistem pemerintahan.
2.      Penyadaran umat terhadap pemahaman agama masing- masing dengan baik dan benar sampai pada pengamalannya. Sebab dalam agama ada prinsif – prinsif universal yang dapat dipahami untuk kebaikan bersama.
3.      Penanganan kasus-kasus yang muncul harus terkoordinasi dengan pihak-pihak terkait. Tidak main hakim sendiri atau tindakan masa yang merugikan semua pihak. Semua harus berdisiplin mengikuti aturan yang berlaku, dan penyelesaian masalah harus dilakukan Secara prifosional.
4.      Umat beragama melalui pemuka agamanya harus dapat memanfaatkan lembaga yang ada, fasilitas yang tersedia untuk kepentingan kemajuan umat Secara bersama-bersama.
5.      Upaya yang sangat ideal adalah perlu dibangun kehidupan beragama yang dialogis. Dialog agar dijadikan budaya dalam kehidupan sehari hari. Dalam hal ini sifat keterbukaan, kejujuran, keadilan harus dapat diwujudkan agar dialog bisa dibangun.
6.      Dalam membangun kehidupan beragama dalam segala aspeknya harus dikembangkan pola pikir yang berwawasan multikultural , karena kenyataan kita adalah beragam baik dilihat dari segi etnis, budaya, adat, kebiasaan, bahasa, termasuk agama itu sendiri. Keragaman itu terjadi di dalam setiap kelompok agama.
7.      Peran media massa juga diharapkan mendukung pembangunan bidang agama itu melalui kemasan berita yang menarik, benar dan menyejukkan, serta memotivasi pemuka agama dan umat beragama agar berprilaku bijaksana, santun dan beradab

III.       PENUTUP
Demikian hal –hal yang berkaitan dengan Tri Hita Karana sebagai menjaga harmonisasi beragama.Mudah-mudahan bermanfaatdalam mengadakan pembinaaan pada masyarakat Hindu.